Kesetaraaan Gender memang acapkali menjadi masalah dalam kehidupan bermasyarakat karena hal ini menyangkut kehidupan sosial, religius dan budaya kita. Entah kenapa dalam setiap kondisi sekan wanita selalu dipojokkan, dalam keluarga wanita seakan sebagai orang yang harus menurut dan sepantasnya memang demikian. Apalagi dalam kultur masyarakat yang menganut garis keturunan patriaksa yang jelas-jelas melemahkan posisi sang ibu/ wanita dimana sang wanita cenderung tidak punya kuasa atas nama marga yang dibawa, seakan pihak ibu tak punya pengaruh apapun. Tidak mengherankan bila dalam masyarakat yang menganut patriaka cenderung menyukai mempunyai anak laki-laki karena akan meneruskan nama keluarga. Disamping nama peran wanita dalam keluarga sangat lemah mereka difungsikan bukan pengambil keputusan dalam masalah keluarga. Peran mereka akan sangat nampak jelas dalam pendidikan terhadap karakter anak karena pada dasarnya memang itulah peran wanita dalam keluarga. Sang pria lebih sebagai pencari nafkah dalam keluarga, walaupun tidak dipungkiri mereka bisa ikut mendidik anak dan dengan peran serta orangtua jelas kepribadian sang anak akan lebih terbentuk.
Namun pada kenyataannya kesetaraan gender sebenarnya sudah diperjuangkan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari peran wanita dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Mereka tampak dominan meskipun hanya dibalik layar , mereka menghargai kultur patriaka meskipun pada kenyataannya mereka yang pegang kendali. Namun tidak demikian dengan wanita yang tidak dominan memang nasib mereka perlu diperjuangkan karena posisi mereka sangat lemah dan oleh karena itu mereka memerlukan peran serta wanita yang berpikiran maju dan punya kontrol atas diri mereka sendiri. Memang susah ketika peran dalam masyarakat lemah sehinga merskipun mereka dominan mereka tetap memiliki batasan dalam bergerak sehingga mereka butuh ruang kebebasan yang lebih dalam bergerak. Meskipun sekarang ini posisi wanita sudah banyak yang hampir setara dengan laki-laki tetapi tantangan justru muncul dari segi kultur dan religius.... oleh karena itu hanya wanita yang berani dan cerdas yang mampu mengatasi hambatan tersebut dalam masyarakat, karena terbukti dalam masyarakat banyak wanita karir di dalam masyarakat kita , meskipun kerap pula menjadi korban KDRT dalam masyarkat.
Mengingat hal tersebut tentu saja hal yang tidak bijak bila seseorang hanya memprotes dan tidak melaksanakannya pada kenyataannya. Orang secara tidak sadar menolak hal tersebut namun dalam kenyataannya tidak demikian, mereka seakan setuju praktek genderisasi dalam pola masyarakat. Kadang karena sudah dibiasakan secara tak langsung kita memisahkan suatu pekerja sebagai pekerjaan laki-laki dan pekerja wanita dan barang untuk pria dan wanita. Yang lebih menarik lagi orang akan tertegun kalau seorang laki-laki senang hal-hal berbau wanita seperti dunia rias , masak dan sebagainya ,sedangkan akan tertegun kalau melihat wanita senang hal-hal yang menjurus pada keteknikan. Bahkan kadang wanita lebih menikmati posisi mereka dengan menolak suatu pekerjaan sebagi pekerjaan laki-laki. Kita sebagai antigenderis seharusnya seiya sekata dengan pebuatan kita dan jangan terperangkap terhadap genderisasi yang diajarkan orang tua kita. misalnya dalam mendidik anak kita dengan senetral mungkin bukan memaksakan mereka. Jadi kenapa kita tidak kita ubah dulu pola-pola masyarakat yang salah tersebut daripada menyalahkan sesuatu yang sudah terjadi . Toh kalau pengaruhnya positif maka akan banyak orang yang akan ikut terpengaruh oleh perubahan kita.
my pets
Sunday, December 19, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment